Category Archives: Uncategorized

Lubang Resapan Biopori Solusi Banjir, Kekeringan dan Sampah

Pendahuluan

Lingkungan yang asri, hijau, bebas polusi dan nyaman merupakan dambaan kita semua. Air sungai, danau yang bersih, udara yang segar dan tanah yang subur membentuk lingkungan yang sehat dan aman.Tetapi seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi terjadi perubahan lingkungan hidup yang menurunan kualitas lingkungan. Pembangunan berkelanjutan atau berwawasan lingkungan hanya slogan. Kenyataannya atas nama pembangunan dan pertumbuhan ekonomi hutan dibabat dan dibakar untuk menjadi areal perkebunan dan perumahan, pantai dan rawa diurug menjadi perumahan mewah, Ruang Terbuka Hijau menjadi Mall dan kawasan bisnis, limbah industri mencemari air, tanah dan udara disekitarnya. Kerusakan alam tersebut mendatangkan bencana alam berupa banjir dan longsor yang menghancurkan apa-apa yang sudah dibangun seperti perumahan, jalan, jembatan, kawasan bisnis dan juga memakan ribuan korban jiwa. 85 % bencana alam yang terjadi di Indonsia adalah banjir dan longsor yang merupakan bencana yang “direncanakan” yang terjadi bukan hanya karena faktor alam tapi terutama karena campur tangan manusia. Kerugian satu kali peristiwa banjir di Jakarta pada tahun 2007 menurut Bappenas sekitar Rp 8 trilyun (rumah, infrastruktur, fasilitas umum, industri, kawasan bisnis).
Ada tiga masalah utama terkait lingkungan yang dihadapi oleh kota-kota besar yaitu banjir dan longsor saat musim hujan, kekeringan saat musim kemarau dan masalah sampah.

Banjir Saat Musim Hujan dan Kekeringan Saat Kemarau

Berdasarkan KTT Bumi di Rio de Janeiro bahwa alokasi lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 30 %. Saat ini RTH di kota Bandung hanya 8 %. Kebijakan tata ruang kota yang tidak berwawasan lingkungan menyebabkan berubahnya RTH menjadi pemukiman, kawasan industri, bisnis dan kawasan lainnya. Hilangnya vegetasi penutup permukaan tanah menjadi bangunan, beton, aspal dan sistim drinase kota yang buruk menyebabkan menurunnya daya serap air. 70 % Kawasan Bandung Utara (KBU) telah rusak mengakibatkan daya serap tanah turun. Koefisien Run Off (limpasan air) meningkat menjadi 90 % sehingga setiap turun hujan, hampir diseluruh ruas jalan di kota Bandung terjadi banjir cileuncang. Sistim drainase kota yang buruk dan tersumbat oleh banyaknya sampah mengakibatkan air hujan menggenangi jalan raya dan membanjiri perumahan penduduk. Bahkan banjir bandang telah menimpa beberapa kali di wilayah Braga dan Hegarmanah yang merendam ratusan rumah dan menghanyutkan harta benda. Tahun 2008 ada 2 korban yang meninggal hanyut karena banjir di kota Bandung. Sudah menjadi pemandangan biasa di jalan raya, jika hujan turun banyak kendaraan yang mogok terjebak banjir, bahkan banyak sepeda motor yang hanyut karena derasnya arus air hujan .

Pencemaran udara telah memicu Global Warming (Pemanasan Global) yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim, gejala el nino dan la nina. Perioda hujan menjadi lebih singkat dengan intensitas tinggi, sedangkan periode kering lebih lama.Hal tersebut menyebabkan air yang tersedia menjadi lebih singkat dan periode krisis air lebih panjang. Akibatnya pada tahun 2012 kota Bandung akan mengalami krisis air baku. Saat ini 60 % persediaan air tanah di kota Bandung dinyatakan kritis. Bahkan di kawasan Bandung bagian timur orang-orang menggunakan air comberan untuk keperluan sehari-hari. Saat ini kebutuhan air yang tersedia hanya 40 liter/orang/hari padahal tingkat kenyamanan minimal terkait ketersediaan air adalah 200 liter/orang/hari.

Masalah Sampah

Dengan bertambahnya penduduk menyebabkan meningkatnya volume sampah. Berdasarkan zat kimia
yang dikandungnya, sampah dikelompokkan menjadi sampah anorganik dan sampah organik. Sampah
anorganik adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk misalnya logam, gelas, plastik. Sampah
organik adalah jenis sampah yang dapat membusuk misalnya sisa-sisa makanan, daun-daunan dan buah-
buahan. Warga kota Bandung misalnya menghasilkan rata-rata 7.500 meter kubik sampah per hari. 65 % merupakan sampah organik dan sisanya 35 % sampah non organik. Sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkan bencana longsor. TPA Leuwi Gajah Cimahi
menerapan sistim pembuangan sampah open dumping. Pembusukan sampah menyebabkan gas metan menjadi terkumpul, yang akhirnya meledak dan mengakibatkan longsor. Gunung sampah yang memiliki luas 3,5 kali lapangan sepak bola yaitu panjang 375 m, lebar 200 m dan tinggi 60 m dengan volume 4,5 juta meter kubik pada tanggal 21 februari 2005 longsor menimbun puluhan rumah dan menewaskan 147 orang. Setelah longsor, TPA Leuwi Gajah ditutup. Akibatnya banyak sampah di kota Bandung tidak bisa diangkut ke TPA dan menumpuk di TPS-TPS, pasar, di pinggir jalan. Banyak ruas jalan yang tertutup sampah. Karena masalah ini kota Bandung dujuluki “ Kota Lautan Sampah ” dan mendapat penghargaan dari Kementrian Lingkungan Hidup sebagai salah satu kota terkotor di Indonesia. Saat ini sampah dari kota Bandung di buang ke TPA Sarimukti yang daya tampungnya hanya sampai tahun 2010. Jika TPA Sarimukti sudah penuh kemana lagi sampah dari kota Bandung akan dibuang? Siapkah jika kota yang kita cintai disebut lagi sebagai kota lautan sampah ?

Lubang Resapan Biopri (LRB) sebagai Solusi

Air hujan bergerak meresap ke dalam tanah melalui pori tanah besar (pori besar). Biopori adalah lubang – lubang di dalam tanah yang terbentuk akibat berbagai aktifitas organisma di dalamnya, seperti cacing, perakaran tanaman, rayap dan fauna tanahlainnya. Lubang-lubang yang terbentuk akan terisi udara, dan akan menjadi tempat berlalunya air di dalam tanah.

Biopori tersebut dapat terbentuk dengan cara membuat lubang vertikal ke dalam tanah. Lubang lubang tersebut selanjutnya diisi dengan bahan organik, seperti sampah organik rumah tangga, daun, potongan rumput dsb. Bahan organik tersebut menjadi makanan organisma di dalam tanah sehingga aktifitas mereka akan meningkat . Dengan meningkatnya aktifitas organisma maka semakin banyak biopori yang terbentuk.

Kesinergisan antara lubang vertikal yang dibuat denganbiopori yang terbentuk akan memungkinkan lubang – lubang ini dimanfaatkan sebagai lubang peresapan artifisial yang relatif murah dan ramah lingkungan.

Teknik Pembuatan LRB

Pembuatan LRB mudah, murah dan tidak memerlukan waktu yang lama. Harga satu Bor LRB sekitar Rp 200 ribu dan bisa digunakan oleh banyak orang . Beberapa peralatan yang dibutuhkan sebagai berikut : bor tanah, ember, gayung, bambu dan pipa PVC.

Tahapan pembuatan LRB sebagai berikut :
1. Siram dengan segayung air bagian tanah yang akan dibor supaya lunak.
2. Posisikan mata bor pada permukaan tanah dan tegakkan tangkai bor vertikal.
3. Putar setang bor ke arah kanan (searah jarum jam) sambil menekan bor ke dalam tanah.
4. Setelah bor masuk sedalam 20 cm atau setelah mata bor penuh tanah, tarik bor keluar memutar
sesuai arah jarum jam supaya tanah di dinding lubang tidak melekat pada mata bor.
5. Keluarkan tanah dalam mata bor dengan menggunakan sepotong kayu.
6. Lanjutkan kembali pemboran. Setiap kali mata bor penuh terisi tanah angkat kembali bor dan
bersihkan. Jika tanah mulai mengeras masukkan lagi air. Begitu seterusnya hingga mencapai
kedalaman 100 cm atau kurang bila permukaan air bawah tanahnya lebih dangkal dari 100 cm.
7. Perkuat mulut lubang dengan adukan semen dan pasir berukuran lebar 2-3 cm dan tebal 2 cm di sekeliling
mulut lubang atau masukkan pipa PVC sepanjang 10 cm di mulut LRB.

LRB Meningkatkan Bidang Resapan Seluas Dinding Lubang

Bila lubang dibuat dengan diameter 10 cm (radius = 5 cm) dan dalam 100 cm maka luas bidang resapan yang asalnya A1 = 3.14 x 5 x 5 = 78.5 cm2 bertambah sebesar A2 = 2 x 3.14 x 5 x 100 = 3140 cm2 menjadi 3218 cm2 atau hampir 1/3 m2. Dengan kata lain suatu permukaan tanah berbentuk lingkaran dengan diamater 10 cm, yang semula mempunyai bidang resapan 78.5 cm2 setelah dibuat lubang resapan biopori dengan kedalaman 100 cm, luas bidang resapannya menjadi 41 kali lipat yaitu 3218 cm2. Volume lubang
V = A1 x tinggi = 78.5 x 100 =7.850 cm3 (78,5 liter).

LRB yang dibuat dengan kedalaman 1 m dan diameter 10 cm dapat menampung volume sampah dan air hujan 7,9 liter dan luas resapan meningkat dari 79 cm persegi menjadi 3218 cm persegi (40 kali lipat). Dengan curah hujan di kota Bandung rata 2.000 mm per tahun dan luas kota Bandung 16.767 ha maka potensi air yang bisa diserap oleh tanah adalah 335 juta meter kubik (335 milyar liter). Saat ini penduduk kota Bandung sekitar 2,4 juta orang dan kebutuhan air 200 liter/orang/hari. Jadi per hari dibutuhkan 480 juta liter air atau 175 milyar liter air per tahun.
Jumlah rumah yang ada di kota Bandung sekitar 460 ribu. Seandainya setiap rumah masing-masing memililki 10 LRB maka terdapat 4,6 juta LRB di kota Bandung. Jika 50 % dari air hujan tahunan tersebut dapat diserap masuk ke dalam LRB, maka Bandung tidak akan mengalami banjir saat musim hujan dan juga tidak akan terjadi kekeringan ketika musim kemarau.
Volume sampah yang bisa ditampung LRB (7,9 liter) x (10 LRB) x (460.000 rumah) = 36,34 juta liter (36.340 meter kubik) sampah organik. Per hari terkumpul di kota Bandung 7,5 ribu meter kubik. 65 persen merupakan sampah organik (4.875 meter kubik). Jadi volume sampah organik yang bisa ditampung oleh LRB 7,5 kali lipat dari potensi sampah harian.

Jadi jelas bahwa LRB solusi sederhana dan murah yang dapat mencegah banjir , kekeringan dan bencana sampah . Mari kita selamatkan lingkungan sekarang juga. Ingatlah “Sumber daya alam yang kita nikmati hari ini bukanlah warisan dari nenek moyang, tetapi pinjaman dari anak dan cucu kita”.

Hari Bumi

Tanggal 22 April diperingati sebagai hari bumi (Earth Day). Terkait dengan hal tersebut, GLS berencana untuk melakukan kegiatan penanaman tumbuhan, baik pohon pinggir jalan maupun tanaman pekarangan (hortikultur). Kegiatan tersebut rencananya akan dilaksanakan hari ahad, 4 Mei 2008 di Bandung. Partisipasi anda dalam kegiatan tersebut sangat diharapkan. Wait for next information from us ya…

Birds at campus, do you like it or not ?

Hi pals,

The presence of some kowak birds (Nycticorax sp ?) along ganesha street in campus ITB at the begining when their number still small was unnoticed. But then when their number growing quickly, they started to cause some problems to ITB’s community. Their faeces spread bad odor, creating a mess on the street, leaves and branches of trees along the street. People working in ITB’s post office complain about bird’s faeces but they could do nothing, they just shutt down their office door and windows. What worries many people is that if the bird is infected with a fatal desease of avian flu, the desease may be transferred to human being. Continue reading

Introduction

Welcome to GreenLife Society’s webblog. Our Society was created in 2005.